Senin, 23 Juli 2012

Urgensi Tauhid

1. Tauhid adalah yang pertama dan terakhir, yang lahir dan bathin (inti) dari agama Islam dan merupakan misi dari setiap rasul.

2. Karena tauhid inilah Allah menciptakan makhluk, mengutus para rasul, dan menurunkan kitab-kitab. Dan karena tauhid pula manusia tergolong menjadi muslim dan kafir, bahagia dan celaka.

3. Tauhid adalah kewajiban pertama bagi seorang hamba, dan merupakan hal pertama yang memasukkan seseorang ke dalam Islam, dan perkara terakhir manusia yang hendak meninggalkan dunia.

Memurnikan Tauhid

Yaitu Membersihkannya dan memurnikannya dari unsur-unsur syirik, bid’ah dan maksiat, dan terbagi menjadi dua: wajib dan sunah. Adapun yang wajib ada tiga hal:
1. Mensucikan tauhid dari perbuatan syirik, yang menafikan asas tauhid.

2. Mensucikan tauhid dari macam-macam bid’ah, yang menafikan kesempurnaan tauhid yang wajib, atau menafikan asas tauhid manakala bid’ah tersebut membawa kepada kekufuran.

3. Mensucikan tauhid dari bentuk-bentuk kemaksiatan yang bisa mengurangi pahala tauhid dan berpengaruh kepadanya.

Adapun yang sunah adalah perintah-perintah yang sifatnya anjuran, seperti misalnya:
a. Mewujudkan kesempurnaan tingkatan Ihsan.
b. Menggapai kesempurnaan tingkatan yakin.
c. Mewujudkan kesempurnaan sifat sabar, dengan tidak mengadu kepada selain Allah.
d. Mewujudkan kesempurnaan qana'ah, dengan memohon hanya kepada Allah.
e. Menyempurnakan tingkatan tawakal, dengan meninggalkan hal-hal yang mubah yang merupakan sebab, seperti ruqyah (mantera), berobat karena tawakkal kepada Allah.
f. Mewujudkan kesempurnaan tingkatan cinta kepada Allah, dengan banyak melakukan hal-hal yang sunat sebagai bentuk pendekatan diri kepada- Nya.

Maka barangsiapa telah mewujudkan tauhid sesuai dengan yang digariskan di atas dan terhindar dari syirik besar, maka ia akan selamat, terhindar dari kekal di neraka, dan barangsiapa yang terhindar dari semua bentuk syirik, besar maupun kecil serta dosa-dosa besar dan semua jenis kemaksiatan maka ia akan selamat di dunia dan akhirat.

Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikendakinya.” (QS.An-Nisa’:48).

Dan dalam ayat lain Allah berfirman:
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan Iman mereka dengan kedzaliman (syirik),
mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS.Al-An’am:83).

Hal-hal yang bertentangan dengan Tauhid.

Ada tiga perkara yang berlawanan dengan tauhid:
1. Syirik besar yang menafikan asas tauhid, Allah tidak akan mengampuninya kecuali dengan benar-benar bertaubat. Barangsiapa mati dalam keadaan syirik kepada Allah maka ia akan kekal di neraka. Dan bentuk syirik akbar itu adalah menjadikan sekutu bagi Allah dalam ibadah. Berdo’a kepada sekutu tersebut seperti halnya berdo’a kepada Allah, bertawakal, berharap, dan takut kepadanya seperti halnya kepada Allah subhanahu wataala.

Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah akan mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang dzalim itu seorang penolongpun.” (QS.Al-Maidah:72).

2. Syirik kecil yang menafikan kesempurnaan tauhid, yaitu: semua sarana dan jalan yang bisa mengantarkan kepada syirik besar seperti bersumpah dengan selain Allah, berbuat riya’.

3. Syirik yang tersembunyi, yaitu: yang berhubungan dengan niat dan maksud seseorang. Dan bisa jadi hal itu masuk dalam syirik besar atau syirik kecil, sebagaimana sudah dijelaskan pada point satu dan dua.
Diriwayatkan dari Mahmud bin Lubaid radiallahu anhu bahwasanya rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“ Sesungguhnya sesuatu yang paling saya takutkan atas kamu adalah syirik kecil, mereka bertanya: apa itu syirik kecil wahai rasulullah? Beliau menjawab: Riya’.” (HR. Ahmad).

Definisi ibadah

Ibadah adalah sebuah ungkapan yang mencakup segala hal yang dicintai dan diridhai oleh Allah baik itu
berbentuk keyakinan, amalan hati, perbuatan anggota badan, dan segala yang mendekatkan diri kepada Allah berupa melaksanakan perintah atau meninggalkan larangan-Nya. Dan masuk dalam kategori ibadah semua apa yang disyari’atkan Allah dalam kitab-Nya atau sunnah nabi- Nya. Ibadah tersebut bermacam-macam, di antaranya ibadah hati, seperti rukun Iman yang enam, rasa takut, harap, tawakal dan lain-lain, dan di antaranya ibadah lahir, seperti shalat, zakat, puasa dan haji.

Syarat-syarat sahnya ibadah

Ibadah seseorang dianggap sah manakala terpenuhi dua syarat berikut:
1. Mengikhlaskan ibadah hanya karena Allah, tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, inilah makna syahadat Lailaha illallah.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab (Al-Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS.Az-Zumar:2-3).
Dan dalam firman-Nya:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dengan menjalankan agama dengan lurus.” (QS.Al-Bayyinah:5).

2. Mengikuti apa yang telah dibawa oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, yaitu: berbuat sesuai dengan apa yang telah dicontohkan oleh beliau, tanpa ada menambah dan mengurangi. Inilah makna syahadat Muhammadar Rasulullah (sesungguhnya Muhammad itu adalah utusan Allah).
Allah berfirman:
“ Katakanlah: Jika kamu benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS.Ali Imran:31).
Dan dalam ayat lain Allah berfirman:
“ Apa yang dibawakan Rasul kepadamu maka terimalah dia dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (QS.Al-Hasyr:7).
Dan firman Allah:
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan. Kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS.An-Nisa:65).

Ubudiyyah (penghambaan diri kepada Allah) secara sempurna tidak akan terwujud kecuali dengan dua hal:
1. Kesempurnaan cinta kepada Allah, yang mana seorang hamba mengedepankan cintanya kepada Allah dan cintanya kepada apa-apa yang dicintai Allah dari cinta kepada yang lainnya.

2. Kesempurnaan tunduk dan merendahkan diri kepada Allah, yang mana seorang hamba tunduk dan patuh dalam melaksanakan semua perintah dan menjauhi semua larangan-Nya.

Maka, inti dari ibadah pada dasarnya adalah hadirnya rasa cinta, ketundukan, rendah diri, harapan, rasa takut, karena dengan itu semua terwujudlah makna penghambaan diri kepada Allah subhanahu wataala.
Dengan Ubudiyyah kepada Allah seseorang akan sampai kepada kecintaan Allah dan ridha-Nya. Dan Allah sangat mencintai hamba-Nya yang senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya dengan ibadah-ibadah yang wajib, dan barangsiapa memperbanyak ibadah-ibadah sunah maka hal itu akan lebih mendekatkan dirinya kepada Allah subhanahu wataala dan akan terangkat derajatnya di sisi- Nya. Dan sebagai balasannya di akhirat dia akan dimasukkan ke surga dengan rahmat dan karunia-Nya.
Allah berfirman:
“Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS.Al-A’raf:55).

Dalil-dalil dan bukti-bukti keesaan Allah subhanahu wataala

Dalil-dalil dan bukti-bukti tentang keesaan Allah subhanahu wataala banyak sekali, siapa saja yang menggunakan akalnya untuk memikirkan dan mengkaji bukti-bukti dan dalil-dalil itu maka akan mantap
pengetahuannya dan bertambah keyakinannya tentang keesaan Allah pada perbuatan, nama, sifat dan uluhiyyah-Nya .
Sebagai contoh di antara bukti-bukti dan dalil tentang keesaan Allah sebagai berikut:
1. Kebesaran ciptaan alam semesta ini, dan kerapian ciptaannya serta dengan berbagai macam makhluk yang ada di dalamnya, semuanya berjalan dengan aturan yang sangat rapi, barangsiapa mengamati dan berfikir tentang itu semua, maka dia pasti yakin dengan keesaan Allah. Barangsiapa yang mengamati ciptaan langit dan bumi, matahari dan bulan, manusia dan hewan serta semua benda-benda hidup dan mati, maka dia pasti yakin bahwa di balik itu semua ada sang pencipta yang maha sempurna dalam nama, sifat dan uluhiyyah-Nya, dan ini menandakan bahwa Dialah satu-satu-Nya yang berhak untuk disembah.
Allah berfirman:
“ Dan telah kami jadikan di bumi ini gununggunung yang kokoh, supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka, dan telah kami jadikan pula di bumi itu jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat petunjuk. Dan Kami jadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya. Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan, masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarannya.” (QS.Al-Anbiya’:31-33).

Dan dalam ayat yang lain:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlainlainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.” (QS.Ar-Rum:22).

2. Kedatangan para rasul yang telah diutus oleh Allah dengan membawa syari’ah (hukum) dan dikuatkan dengan mu’jizat, itu semua sebagai bukti keesaan Allah dan Dialah yang berhak untuk disembah. Syari’at yang diturunkan, yang berisi hukum-hukum untuk makhluk adalah bukti nyata bahwa itu semua datang dari Tuhan yang Maha bijaksana, Maha mengetahui dengan apa yang diciptakan-Nya, dan Maha Tahu tentang kemaslahatan makhluk-Nya.

Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (QS.Al-Hadid:25).

Dan firman-Nya:
“Katakanlah sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Al- Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (QS.Al-Isra’:88).

3. Fitrah yang telah ditetapkan oleh Allah pada hati setiap manusia, berupa pengakuan tentang keesaan Allah subhanahu wataala. Hal itu ada dalam setiap diri manusia, sebagai buktinya: apabila seseorang sedang ditimpa musibah, maka dengan sendirinya ia kembali dan pasrah kepada Allah. Seandainya manusia itu bebas dari syubhat-syubhat dan hawa nafsu yang telah merubah fitrahnya, maka dia tidak akan dapatkan dalam dirinya kecuali pengakuan dengan keesaan Allah pada uluhiyyah, nama, sifat dan perbuatan-Nya, serta menyerah dan menerima syariat yang dibawa oleh para rasul-Nya.
Allah berfirman:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah) (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertawakallah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah.” (Ar-Rum:30-31).

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“ Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci) maka kedua orang tuanya yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani atau Majusi. Sebagaimana binatang melahirkan anaknya secara sempurna, maka apakah kamu lihat pada hidungnya cacat? (cacat yang ada setelah lahir adalah akibat ulah pemiliknya) kemudian beliau membaca: Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. (QS.Ar Ruum: 30).” (HR. Bukhari).
Sumber : http://s1.islamhouse.com