Senin, 23 Juli 2012

Mewujudkan iman kepada Allah

Seseorang tidak dianggap beriman kepada Allah sehingga meyakini hal-hal berikut ini:

Pertama: 

Meyakini bahwa hanya Allah subhanahu wataala satu-satu-Nya pencipta alam mayapada ini, menguasai, mengatur, mengurus segala sesuatu di dalamnya, memberi rizki, kuasa, menjadikan, mematikan, menghidupkan dan yang mendatangkan manfaat serta madharat. Dia berbuat segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya, menghukum sesuai dengan kehendak-Nya, memuliakan siapa yang dikendaki-Nya dan menghinakan siapa saja yang dikendaki-Nya, ditangan-Nya semua kekuasaan langit dan bumi, Maha Kuasa atas segala sesuatu, Maha Mengetahui segala sesuatu, tidak butuh kepada siapapun, bagi-Nya segala urusan, ditangan-Nya semua kebaikan, tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak satupun yang bisa menghalangi-Nya. Semua makhluk; baik malaikat, jin, manusia adalah hamba-Nya, semuanya di bawah kekuasaan, ketetapan dan kehendak-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya tidak terhitung dan tidak terhingga. Semua kekhususan tersebut hanya dimiliki oleh Allah subhanahu wataala, tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada yang berhak memiliki sifatsifat tersebut selain-Nya dan tidak boleh menisbatkan Rukun Iman dan menetapkan salah satu sifat-sifat tersebut kepada siapapun selain-Nya.

Allah berfirman:
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelummu agar kamu bertaqwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala tumbuh-tumbuhan sebagai rezki untukmu.” (QS.Al-Baqarah:21-22).

Dan dalam ayat lain:
“Katakanlah! wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkua hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau maha kuasa atas segala sesuatu.” (Ali Imran:26).

Dan Allah berfirman:
“Dan tidak ada satupun binatang melata di bumi melainkan Allah lah yang memberi rezkinya dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat menyimpannya. Semua tertulis dalam kitab yang nyata (lauh mahfudz).” (QS.Hud:6).

Dalam ayat lain:
“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah Tuhan semesta Allah.”(QS.Al-A’raf:54).

Kedua: 

Meyakini bahwa hanya Allah subhanahu wataala satu-satunya yang memiliki nama-nama yang
Rukun Iman paling agung dan sifat-sifat yang paling sempurna, yang sebagiannya telah Allah jelaskan, baik dalam Al-Qur’an maupun sunah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
“Hanya milik Allah asmaul husna (nama-nama yang agung), maka mohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam menyebut namanama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS.Al-A’raf: 180).

Dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“ Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, barangsiapa menghitungnya, maka akan masuk surga dan Allah itu witir (ganjil) dan menyukai hal-hal yang (berjumlah) ganjil.” (Muttafaq alaih).

Keyakinan ini dibangun di atas dua unsur pokok:

1. Sesungguhnya Allah memiliki nama-nama yang mulia dan sifat-sifat yang agung lagi sempurna, tidak ada sedikitpun kekurangan, dan tidak ada satupun makhluk yang menyerupai dan menyukutui-Nya dalam sifat-sifat tersebut. Dan di antara nama-nama Allah itu; Al-Hayyu (Yang Maha Hidup), maka Allah memiliki sifat Al- Hayat (hidup) yang wajib ditetapkan kepada-Nya secara sempurna dan layak. Yaitu hidup yang sempurna, lagi abadi, yang terhimpun pada-Nya berbagai macam kesempurnaan, seperti berilmu, berkuasa dan lainnya. Hidup-Nya tidak ada permulaan dan tidak ada kesudahan.
Allah subhanahu wataala berfirman:
“Allah tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur.” (QS.Al-Baqarah:255).

2. Sesungguhnya Allah subhanahu wataala mutlak suci dari segala sifat kekurangan dan sifat cacat, seperti; tidur, lemah, bodoh, dzalim dan lainlain, sebagaimana Dia maha suci dari menyerupai semua makhluk. Maka kita wajib menafikan segala sifat yang telah Allah nafikan dari diri-Nya dan yang dinafikan oleh Rasulullah, serta meyakini bahwa Allah memiliki sifat kesempurnaan, kebalikan dari apa yang telah dinafikan-Nya. Sebagai contoh: Ketika kita menafikan dari Allah sifat mengantuk berarti kita menetapkan bagi-Nya kesempurnaan sifat berdiri sendiri. Menafikan sifat tidur dari-Nya berarti menetapkan bagi-Nya kesempurnaan sifat hidup. Maka setiap kita menafikan satu sifat dari Allah, berarti kita menetap-kan Bagi-Nya kesempurnaan lawan sifat tersebut. Dialah yang maha sempurna, tidak ada kekurangan pada-Nya.
Allah berfirman:
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang maha mendengar lagi maha melihat.” (QS.Asy-Syuura: 11).
Dan firman-Nya:
“Dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba-Nya.” (QS.Fushshilat:46).
Dan firman-Nya:
“Dan tidak ada suatupun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi.” (QS.Fathir:64).
“Dan tidaklah Tuhanmu lupa” (QS.Maryam: 64).

Beriman dengan nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya serta perbuatan-Nya adalah jalan yang paling tepat bagi seorang hamba untuk mengenal Allah subhanahu wataala, hal itu karena Allah tidak nampak dari penglihatan makhluk, maka dengannama dan sifat-Nya seorang muslim menyembahAllah yang maha Esa, yang segala sesuatu bergantungkepada-Nya, yang tidak beranak dan tidak puladiperanakkan, dan tidak satupun yang serupa dengan-Nya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menetapkan nama-nama Allah:

1. Beriman dengan semua nama-nama Allah, baik yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun sunah tanpa menambah dan mengurangi.

Allah berfirman:
“Dialah Allah yang tiada Tuhan (Yang berhak disembah) selain Dia, Raja yang maha suci, Yang maha sejahtera, Yang mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan,maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.”(QS.Al-Hasyr:23).

Dan terdapat dalam sebuah hadits bahwa nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam mendengar seorang laki-laki berdo’a dengan mengatakan::
“Ya Allah aku memohon kepada-Mu bahwa hanya bagimu segala puji, tidak ada Tuhan (yang patut disembah) melainkan Engkau, Engkau yang memberi karunia, yang menciptakan langit dan bumi, Engkau yang memiliki keagungan dan kemuliaan, yang maha kekal, yang senantiasa mengurus hamba-Nya” , maka nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam berkata: “ Tahukah kamu dengan apa dia telah berdoa kepada Allah?” Mereka menjawab:
Allah dan Rasul-Nya lebih tahu. Nabipun berkata:
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya dia telah berdoa kepada Allah dengan nama-Nya yang agung, yang mana, apabila seseorang berdo’a dengan nama-nama itu, niscaya Dia akan mengabulkan, dan apabila seseorang meminta dengan nama itu, niscaya Dia akan memberinya.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

2. Beriman bahwa Allah sendiri yang telah menamakan diri-Nya dengan nama-nama itu, tidak ada seorang makhlukpun yang memberi nama kepada-Nya, Dialah yang memuji diri-Nya dengan nama-nama tersebut, dan nama itu bukan muhdats (suatu yang baru) dan bukan pula makhluk.


3. Beriman bahwa nama-nama Allah yang agung tersebut mengandung makna yang maha sempurna, tidak ada kekurangan sedikitpun pada-Nya, dan wajib kita mengimani kandungan makna dari nama-nama tersebut sebagaimana kita wajib mengimani nama-nama itu sendiri.

4. Wajib memuliakan kandungan makna dari nama-nama tersebut, tanpa menyelewangkan atau meniadakannya.

5. Beriman dengan hukum-hukum yang yang dikandung oleh setiap nama-nama tersebut, begitu pula dengan segala perbuatan dan kesan yang lahir dari nama-nama itu. Untuk memperjelas maksud dari lima point di atas, kita buat sebuah contoh:

I. Beriman dengan nama As-Sami’ (yang maha mendengar) sebagai salah satu dari nama-nama Allah yang agung, karena nama tersebut terdapat dalam Al- Qur’an dan sunah.

II. Beriman bahwa Allah lah yang menamakan diri-Nya dengan nama tersebut, dan Dialah yang menuturkannya, serta menurunkannya dalam kitab- Nya.

III. Beriman bahwa nama As-Sami’ (yang maha mendengar) mengandung makna mendengar, yang merupakan salah satu sifat-Nya.

IV. Wajib kita memuliakan sifat Allah “mendengar”, yang dikandung oleh nama-Nya As- Sami’, tanpa menyelewengkan maknanya, atau meniadakannya.

V. Beriman bahwasanya Allah subhanahu wata’ala mendengar segala sesuatu, dan pendengarannya mencakup semua bentuk suara, ini berarti kita harus senantiasa merasa di bawah pengawasannya, merasa takut kepada-Nya, serta benar-benar yakin bahwa tidak ada satupun yang tersembunyi dari-Nya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menetapkan sifat-sifat Allah:

1. Menetapkan semua sifat-sifat-Nya yang terdapat dalam Al-Qur’an dan sunah secara hakiki, tanpa ada penyelewengan dan penafian maknanya.

2. Keyakinan yang pasti bahwa Allah subhanahu wata’ala mempunyai sifat-sifat yang sempurna dan maha suci dari sifat-sifat kurang dan tercela.

3. Tidak menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat makhluk, karena tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah subhanahu wata’ala baik dalam sifat maupun perbuatan-Nya.

Allah berfirman:
“ Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia dan Dialah yang maha mendengar lagi maha melihat.” (QS.Asy-Syuura:11).

4. Kesadaran penuh bahwa kita tidak akan mungkin mengetahui tentang kaifiyyat (bagaimana) sifat-sifat Allah itu, karena tidak ada yang mengetahui tentang bagaimana sifat-sifat Allahkecuali Dia, dan tidak ada jalan bagi makhluk untuk mengetahuinya.

5. Mengimani segala yang menjadi konsekwensi dari sifat-sifat itu baik berupa hukum, atau kesan-kesan yang dilahirkan oleh beriman dengan sifat tersebut. Maka setiap sifat mengandung Ubudiyyah (penghambaan diri kepada Allah). Untuk memperjelas lima point tersebut, kita ambil sebagai contoh sifat istiwa’ (bersemayam), wajib diperhatikan dalam menetapkannya hal-hal berikut:

a. Menetapkan sifat “ Istiwa” (bersemayam) dan mengimaninya, karena sifat tersebut terdapat dalam Al-Quran dan As-sunnah. Allah berfirman: “ (Yaitu) Tuhan yang maha Rahman (pemurah), yang bersemayam di atas arsy.” (QS.Thaha:5).

b. Menetapkan sifat istiwa’ bagi Allah dengan sempurna, yang layak dengan-Nya. Maknanya: menetapkan bersemayamnya Allah dan tingginya di atas ‘Arsy-Nya secara hakiki, sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya.

c. Tidak menyerupakan sifat istiwa’ Allah di atas ‘arsy dengan istiwa’nya makhluk, karena Allah tidak butuh sama sekali kepada ‘Arsy, sedangkan bersemayam-nya makhluk mengharuskan sifat butuh kepada yang lain. Allah berfirman: “ Tidak ada suatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha mendengar lagi Maha melihat.” (QS.Asy-Syuura:11).

d. Menjauhkan diri dari pembicaraan tentang bagaimana sifat bersemayamnya Allah di atas arsy, karena itu adalah permasalahan gaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah.

e. Beriman dengan hukum dan kandungan sifat tersebut, yaitu dengan menetapkan keagungan Allah subhanahu wata’ala, kemuliaan dan kebesaran-Nya, yang layak dengan-Nya, sesuai dengan tingginya Allah secara mutlak dari semua makhluk, dan menghadapkan hati kepada ketinggian-Nya, seperti yang diungkapkan dalam sujud “Maha suci Tuhan Yang Maha Tinggi.”

Ketiga:

Keyakinan hamba bahwa Allah subhanahu wataala adalah Tuhan yang haq, Dialah satu-satunya yang berhak untuk menerima semua ibadah yang lahir dan batin, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Allah berfirman:

“ Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan: “ Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut-thaghut itu.” (QS.An- Nahl:36).

Dan tidak ada seorang pun dari rasul kecuali menyerukan kepada kaumnya:
“Sembahlah Allah! sekali-kali tidak ada Tuhan bagi kamu selain-Nya.” (QS.Al-A’raf: 59).

Dan Allah juga telah berfirman:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dengan menjalankan agama dengan lurus.” (QS.Al-Bayyinah:5).

Dalam sahih Bukhari dan Muslim, bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam berkata kepada Muadz:
“Tahukah kamu apa hak Allah terhadap hamba-Nya dan hak hamba terhadap Allah?, Muadz mengatakan: Allah dan Rasul-Nya lebih tahu. Rasulullah berkata: Hak Allah atas makhluk, hendaknya mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatupun, adapun hak hamba atas Allah bahwa Allah tidak mengadzab siapa saja yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.” (HR. Bukhari dan Muslim). Ilah (Tuhan) yang haq Dialah yang menjadi tempat bergantungnya hati para hamba, penuh dengan rasa cinta kepada-Nya melebihi cinta kepada yang lain, pengharapan hanya kepada-Nya, dan meminta dan memohon pertolongan hanya kepada-Nya, serta tidak ada rasa takut dan khawatir kepada selain-Nya.

Allah berfirman:
“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) yang haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil dan sesungguhnya Allah, Dialah yang maha tinggi lagi maha besar.” (QS.Al-Hajj:62).

Dan inilah yang dimaksud mentauhidkan Allah dengan perbuatan hamba.

Sumber : http://s1.islamhouse.com