Jumat, 27 Juli 2012

Aqidah salaf dalam masalah taqdir

Sesungguhnya Allah adalah pencipta segala sesuatu, pengatur dan pemiliknya, Dia telah mentaqdirkan semua ketentuan yang akan berlaku terhadap seluruh makhluk sebelum menciptakan mereka, baik berupa ajal, rezki, amalan dan akhir dari kehidupan mereka berupa kebahagiaan atau kesengsaraan, semuanya sudah tercatat di Lauh mahfudz. Segala apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi dan segala yang tidak Dia kehendaki tidak akan terjadi, Dia mengetahui yang telah terjadi, yang sedang dan akan terjadi, kalau seandainya terjadi Dia tahu bagaimana akan terjadi. Dia maha kuasa atas segala sesuatu, memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyesatkan siapa yang Dia kehendaki. Dan setiap hamba memiliki keinginan dan kemampuan untuk berbuat sebagaimana yang telah ditaqdirkan Allah bagi mereka, dengan keyakinan bahwa seorang hamba tidak berkeinginan kecuali apabila Allah menginginkan.

Allah berfirman:
 “Dan orang –orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS.Al-Ankabut: 69).

Dan sesungguhnya Allah adalah pencipta seluruh hamba dan perbuatan mereka, dan merekalah pelaku perbuatan tersebut. Maka tidak ada hujjah bagi siapapun yang meninggalkan kewajiban atau melakukan hal yang diharamkan, tetapi Allah lah yang memiliki hujjah yang benar atas hamba-Nya. Boleh berhujjah dengan taqdir atas musibah yang menimpa, bukan atas kejelekan dan dosa yang diperbuat. Sebagaimana yang pernah disabdakan oleh Rasul shallallahu alaihi wasallam tentang hujjah Musa kepada Adam:
“Adam dan Musa pernah saling berhujjah, Musa berkata: Kamu hai Adam yang telah diusir dari surga karena dosamu. Maka Adampun berkata kepadanya:
“ Kamu hai Musa yang telah Allah pilih dengan risalah- Nya dan kalam-Nya, kemudian kamu mencelaku terhadap suatu urusan yang telah ditaqdirkan untukku sebelum aku diciptakan. Maka Adampun mengalahkan hujjah Musa.” (HR. Muslim).

Sumber : http://s1.islamhouse.com