Jumat, 27 Juli 2012

Kewajiban seorang hamba terhadap taqdir

Seorang hamba memiliki dua kewajiban terhadap masalah taqdir:
Pertama:
Memohon pertolongan Allah untuk bisa melaksanakan perbuatan yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarang, juga berdo’a agar dimudahkan serta dijauhkan dari kesulitan dan bertawakal kepada-Nya serta memohon perlindungan kepada-Nya. Dengan demikian ia memiliki ketergantungan kepada Allah dalam usahanya untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan kejahatan.

Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
 “Berusahalah untuk sesuatu yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan kamu lemah, dan jika kamu ditimpa suatu musibah maka jangan kamu berkata: kalau saja saya berbuat begitu dan begini maka pasti hasilnya akan begini dan begitu. Tetapi katakanlah: Allah telah mentaqdirkannya dan apa yang Dia kehendaki pasti akan Dia lakukan. Karena sesungguhnya berandaiandai akan membuka amal setan.”
Kedua:
Harus bersabar menerima apa yang telah ditaqdirkan dan tidak gelisah, serta mengetahui bahwa hal itu dari Allah supaya ia rela dan pasrah. Serta mengetahui bahwa apa yang akan menimpanya pasti terjadi, dan apa yang tidak akan menimpanya juga pasti tidak menimpanya.
Sebagaimana sabda Nabi:
 “Dan ketahuilah bahwa apa yang akan menimpamu pasti akan terjadi dan apa yang tidak akan menimpamu juga pasti tidak akan menimpamu.”

6.    Ridha dengan qadha dan qadar
Ridha terhadap taqdir adalah suatu keharusan; karena itu merupakan kesempurnaan ridha dengan rububiyah Allah. Maka setiap mukmin harus ridha dengan qadha’ Allah; karena perbuatan Allah dan qadha’-Nya semua baik dan adil serta hikmah, barangsiapa yang dirinya meyakini bahwa apa saja yang akan menimpanya tidak akan meleset dan apa yang tidak akan menimpanya pasti tidak akan menimpanya, dia akan terlepas dari rasa bingung dan ragu-ragu serta kegelisahan, dan kegoncangan dalam hidupnya pun akan lenyap. Maka dia tidak akan bersedih atas apa yang luput darinya, dan tidak takut dengan masa depannya, dengan demikian dia akan menjadi manusia paling bahagia, memiliki jiwa yang paling baik dan mempunyai pikiran yang paling tenang.

Barangsiapa yang menyadari bahwa ajalnya sudah ditentukan, rezkinya sudah dibatasi, rasa takut tidak akan menambah umurnya, dan kekikiran tidak akan menambah rezkinya, karena semuanya telah dicatat, maka dia akan bersabar atas segala musibah yang menimpa, dan beristighfar atas segala dosa dan kemaksiatan yang telah dilakukan, serta ridha dengan taqdir Allah, dengan demikian dia telah menggabungkan antara mentaati perintah Allah dan bersabar terhadap segala musibah.

Allah berfirman:
 “Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barang siapa yang beriman kepada Allah, nicaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS.At-Taghabun:11).

Dalam ayat lain Allah berfirman:
 “Maka bersabarlah kamu, karena sesungguhnya janji Allah itu benar dan mohonlah ampunan untuk dosamu.” (QS.Al-Mukmin: 55).

7.    Hidayah ada dua macam:

Pertama:
Hidayah bimbingan dan arahan kepada kebenaran, ini untuk semua makhluk. Hidayah inilah yang sanggup dilakukan oleh para rasul dan pengikut mereka.
Allah berfirman:
 “Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS.Asy- Syura:52).
Kedua:
Hidayah taufik dan tastbit (keteguhan hati) dari Allah. Hidayah ini adalah anugerah dan karunia dari Allah untuk hamba-hamba-Nya yang bertakwa. Hidayah ini hanya dimiliki oleh Allah, tidak ada yang sanggup memberikannya kecuali Dia.
Allah berfirman:
 “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allahlah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.” (QS.Al-Qashash:56).

Sumber : http://s1.islamhouse.com